Biografi Thorndike
Edward Lee Thorndike, meskipun secara teknis seorang fungsionalis, telah membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi Amerika. Thorndike (1874-1949) mendapatkan gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895 dan gelar master dari Harvard pada tahun 1897. Di Harvard, ia mengikuti kelas William James, dan mereka pun cepat menjadi akrab. Thorndike kemudian menerima beasiswa di Columbia dan meraih gelar PhD-nya pada tahun 1898. Ia tinggal dan mengajar di Columbia hingga pensiun pada tahun 1940.
Thorndike menerbitkan buku berjudul “Animal Intelligence: An Experimental Study of Association Processes in Animals.” Buku ini merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan, seperti kucing, anjing, dan burung, yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianutnya, yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) adalah asosiasi; suatu stimulus akan menimbulkan respons tertentu.
Teori ini dikenal dengan sebutan teori S-R (Stimulus-Response). Dalam teori S-R, dinyatakan bahwa dalam proses belajar, organisme (hewan atau manusia) belajar dengan cara coba-salah (trial and error). Jika organisme berada dalam situasi yang mengandung masalah, ia akan mengeluarkan serentetan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang dimilikinya untuk memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan pengalaman itu, saat menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan tingkah laku tertentu. Misalnya, seekor kucing yang dimasukkan ke dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar, dan sebagainya, hingga suatu saat secara kebetulan ia menginjak pedal di dalam kandang itu sehingga pintu kandang terbuka. Sejak saat itu, kucing akan langsung menginjak pedal jika dimasukkan ke dalam kandang yang sama.
Teori Belajar, Eksperimen, serta Hukum Belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar, seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respons adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (Budiningsih, 2012: 21).
Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan ke dalam sangkar (puzzle box), diketahui bahwa untuk mencapai hubungan antara stimulus dan respons, diperlukan kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and connecting learning, yang berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi (Suprihatiningrum, 2016: 17-18).
Percobaan Thorndike yang terkenal melibatkan kucing yang telah lapar dan diletakkan dalam sangkar tertutup, di mana pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan ini menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and connecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat kesalahan. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak memberikan hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus baru, dan stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, dan seterusnya. Dalam percobaan tersebut, jika di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha mencapainya dengan cara meloncat-loncat. Dengan tidak sengaja, kucing telah menyentuh kenop, sehingga pintu sangkar terbuka, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulang beberapa kali, dan setelah sekitar 10 hingga 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini, Suprihatiningrum (2016: 18-19) menyatakan bahwa Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Penjelasan: Hukum ini menyatakan bahwa semakin siap suatu organisme untuk belajar atau melakukan suatu tingkah laku, semakin besar kemungkinan tingkah laku tersebut akan dilakukan dan memberikan kepuasan. Dengan kata lain, kesiapan mental dan emosional individu sangat mempengaruhi proses belajar.
Contoh Kontekstual
- Menggambar: Seorang anak yang tertarik pada menggambar merasa senang ketika diberi kesempatan untuk melukis. Ketika dia berhasil membuat gambar yang bagus, kepuasan tersebut akan memperkuat minat dan kemampuannya dalam menggambar.
- Matematika: Jika seorang siswa merasa siap dan tertarik pada pelajaran matematika, dia akan lebih rajin belajar dan mengerjakan soal-soal. Ketika dia mendapatkan nilai baik, perasaan puas akan mendorongnya untuk terus belajar lebih giat di masa mendatang
2. Hukum Latihan (Law of Exercise)
Penjelasan: Hukum ini menyatakan bahwa semakin sering tingkah laku diulang, semakin kuat asosiasi antara stimulus dan respon. Sebaliknya, jika pengulangan tidak dilakukan, asosiasi tersebut akan melemah.
Contoh Kontekstual:
- Olahraga: Seorang atlet yang rutin berlatih akan semakin mahir dalam olahraga yang ditekuninya. Misalnya, seorang pelari yang sering berlatih lari akan semakin cepat dan terampil seiring dengan waktu.
- Bahasa Asing: Siswa yang sering berlatih berbicara dalam bahasa asing akan lebih fasih. Jika mereka tidak berlatih, kemampuan bahasa tersebut bisa berkurang seiring waktu.
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
Penjelasan: Hukum ini menjelaskan bahwa hubungan stimulus dan respon akan diperkuat jika diikuti oleh akibat yang menyenangkan, dan sebaliknya, akan melemah jika diikuti oleh akibat yang tidak menyenangkan.
Contoh Kontekstual:
- Penghargaan di Kelas: Seorang siswa yang mendapat pujian dari guru setelah menjawab dengan benar akan cenderung lebih aktif berpartisipasi di kelas di masa mendatang. Pujian ini menjadi akibat yang menyenangkan yang memperkuat perilakunya.
- Hukuman: Jika seorang anak dihukum karena berperilaku buruk di kelas, dia mungkin akan menghindari perilaku tersebut di masa depan karena pengalaman tidak menyenangkan dari hukuman.
Ketiga hukum ini saling berkaitan dan memberikan kerangka dasar untuk memahami bagaimana proses belajar berlangsung. Hukum kesiapan menekankan pentingnya motivasi dan minat, hukum latihan menyoroti pentingnya pengulangan, dan hukum akibat menjelaskan dampak dari hasil perilaku. Dengan memahami hukum-hukum ini, kita dapat merancang metode pembelajaran yang lebih efektif.
Selain itu, Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Responses)
Penjelasan: Individu cenderung mencoba berbagai respons sebelum menemukan solusi yang tepat untuk masalah yang dihadapi. Proses ini sering melibatkan trial and error.
Contoh Kontekstual:
- Permainan Puzzle: Seorang anak yang sedang mencoba menyusun puzzle akan mencoba beberapa potongan yang berbeda sebelum menemukan potongan yang tepat. Mungkin dia mencoba memasukkan potongan yang salah beberapa kali sebelum akhirnya menemukan tempat yang benar.
2. Hukum Sikap (Attitude)
Penjelasan: Perilaku belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal seperti kognisi, emosi, sosial, dan psikomotor. Sikap dan keadaan mental individu dapat mempengaruhi cara mereka belajar dan berinteraksi dengan stimulus.
Contoh Kontekstual:
- Kelas Musik: Seorang siswa yang memiliki minat tinggi dan positif terhadap musik akan lebih aktif belajar bermain alat musik dibandingkan siswa yang merasa terpaksa. Sikap positif ini akan memengaruhi motivasi dan keterlibatan mereka dalam pembelajaran.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Pre-potency of Element)
Penjelasan: Individu cenderung memberikan respons hanya pada stimulus tertentu sesuai dengan persepsi mereka terhadap situasi keseluruhan. Ini berarti tidak semua stimulus mendapatkan perhatian yang sama.
Contoh Kontekstual:
- Pengalaman Belajar: Seorang siswa yang fokus pada satu aspek dari suatu pelajaran (misalnya, rumus matematika tertentu) mungkin akan lebih responsif terhadap latihan yang berkaitan dengan rumus tersebut dan mengabaikan bagian lain dari pelajaran.
4. Hukum Respons dengan Analogi (Response by Analogy)
Penjelasan: Individu dapat merespons situasi baru dengan mengaitkannya dengan pengalaman lama. Semakin banyak kesamaan antara situasi baru dan lama, semakin mudah proses transfer pengetahuan tersebut.
Contoh Kontekstual:
- Belajar Memasak: Jika seseorang telah belajar cara membuat sup, mereka mungkin menggunakan metode yang sama ketika mencoba membuat saus. Mereka menghubungkan pengalaman mereka dengan cara memasak sup ke situasi baru, yaitu membuat saus, sehingga memudahkan proses belajar.
5. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Penjelasan: Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal terjadi secara bertahap dengan menambahkan elemen-elemen baru. Ini melibatkan pengenalan elemen baru ke dalam konteks yang sudah dikenal.
Contoh Kontekstual:
- Belajar Bahasa Asing: Ketika siswa belajar kosakata baru dalam bahasa asing, mereka mungkin mulai dengan kata-kata yang mirip dalam bahasa mereka sendiri (yang sudah dikenal). Seiring waktu, mereka menambahkan kata-kata baru yang berbeda, membangun pengertian mereka secara bertahap dengan mengaitkan dengan kata-kata yang sudah diketahui.
Hukum-hukum ini menggambarkan berbagai aspek dalam proses belajar, menunjukkan bahwa belajar bukan hanya tentang pengulangan dan penguatan, tetapi juga melibatkan interaksi kompleks antara individu dengan lingkungan dan pengalaman sebelumnya. Memahami hukum-hukum ini dapat membantu dalam merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif.
Thorndike juga mengemukakan revisi hukum belajar sebagai berikut:
1. Hukum Latihan
Penjelasan: Hukum latihan awalnya menekankan pentingnya pengulangan dalam memperkuat hubungan antara stimulus dan respons. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pengulangan saja tidak selalu cukup. Kadang-kadang, hubungan tersebut bisa bertahan meskipun tidak ada pengulangan, tergantung pada faktor lain seperti motivasi atau konteks.
Contoh Kontekstual:
- Seorang pelajar yang belajar bahasa asing mungkin tidak berlatih berbicara setiap hari, tetapi jika dia sering mendengar percakapan dalam bahasa tersebut melalui film atau musik, pemahamannya tetap terjaga. Dia dapat merespons dengan baik ketika dia akhirnya berbicara dengan penutur asli, meskipun tidak sering berlatih.
2. Hukum Akibat
Penjelasan: Dalam revisi ini, Thorndike menyatakan bahwa efek positif (hadiah) memiliki dampak yang signifikan dalam mengubah perilaku. Di sisi lain, hukuman tidak selalu membawa perubahan perilaku yang diharapkan, sering kali tidak memberikan efek yang berarti.
Contoh Kontekstual:
- Dalam lingkungan kelas, jika seorang guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi, siswa tersebut cenderung termotivasi untuk terus belajar. Sebaliknya, jika guru hanya menggunakan hukuman untuk siswa yang berperilaku buruk, itu mungkin tidak mencegah perilaku negatif di masa depan, karena siswa tersebut mungkin tidak merasakan dampak yang cukup untuk mengubah perilakunya.
3. Syarat Terjadinya Hubungan Stimulus-Respons
Penjelasan: Hubungan antara stimulus dan respons tidak hanya bergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga pada relevansi atau kesesuaian antara keduanya. Ini berarti bahwa stimulus yang tepat akan menghasilkan respons yang tepat jika keduanya saling berkaitan dengan baik.
Contoh Kontekstual:
- Seorang siswa yang mendengar suara bel sekolah (stimulus) mungkin tidak langsung merespons kecuali dia mengaitkan suara tersebut dengan waktu untuk masuk kelas. Jika dia telah diajarkan bahwa bel menandakan waktu belajar, maka responsnya akan kuat. Jika tidak ada pemahaman tersebut, dia mungkin tidak merespons sama sekali.
4. Penularan Akibat Perbuatan
Penjelasan: Akibat dari suatu tindakan bisa berdampak luas, tidak hanya pada individu yang melakukan tindakan tersebut tetapi juga dapat menular ke individu lain atau bidang lain. Ini menunjukkan bahwa hasil dari satu tindakan dapat mempengaruhi orang lain di sekitar kita.
Contoh Kontekstual:
- Dalam sebuah organisasi, jika seorang karyawan mendapatkan pengakuan atas kerja kerasnya, rekan-rekannya mungkin termotivasi untuk meningkatkan kinerja mereka juga. Pengakuan tersebut menciptakan suasana kompetitif yang positif, yang dapat mendorong orang lain untuk berusaha lebih keras dan mencapai hasil yang lebih baik.
Keempat poin ini menyoroti dinamika yang lebih kompleks dalam proses belajar dan perilaku. Mereka menunjukkan bahwa belajar tidak hanya bergantung pada pengulangan dan hukuman, tetapi juga pada faktor relevansi, konteks, dan dampak sosial. Memahami konsep-konsep ini dapat membantu dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan memotivasi.
Penerapan Teori Belajar Thorndike
Setelah dijelaskan mengenai teori belajar Thorndike, berikut ini adalah penerapan dari teori tersebut:
1. Perencanaan Pengajaran
Penjelasan: Guru perlu merencanakan dengan jelas apa yang akan diajarkan, termasuk materi, respons yang diharapkan, dan kapan memberikan penghargaan atau umpan balik.
Contoh Kontekstual:
- Sebelum memulai unit tentang pecahan dalam matematika, guru menyiapkan tujuan pembelajaran yang jelas, seperti "Siswa dapat memahami dan menyelesaikan soal pecahan sederhana." Dia juga merencanakan aktivitas yang akan dilakukan serta momen ketika ia akan memberikan pujian ketika siswa berhasil menjawab dengan benar.
2. Kesesuaian Tujuan
Penjelasan: Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan peserta didik dan dibagi menjadi unit-unit yang memungkinkan guru untuk menerapkan metode yang sesuai.
Contoh Kontekstual:
- Dalam pelajaran sains, guru membagi materi tentang ekosistem menjadi beberapa unit: pengenalan ekosistem, komponen ekosistem, dan interaksi antar komponen. Ini memungkinkan siswa untuk memahami setiap bagian sebelum beralih ke konsep yang lebih kompleks.
3. Pendekatan Bertahap
Penjelasan: Proses belajar harus dimulai dari konsep yang sederhana dan secara bertahap meningkat ke yang lebih kompleks.
Contoh Kontekstual:
- Dalam pembelajaran bahasa, guru memulai dengan pengenalan kosakata dasar sebelum berlanjut ke kalimat sederhana, kemudian ke percakapan, dan akhirnya ke penulisan esai. Ini membantu siswa membangun fondasi yang kuat sebelum menghadapi tantangan yang lebih besar.
4. Fokus pada Respons
Penjelasan: Penting untuk memfokuskan perhatian pada respons yang benar terhadap stimulus, lebih dari sekadar motivasi.
Contoh Kontekstual
- Dalam kelas seni, ketika siswa diberikan umpan balik positif tentang karya mereka, mereka cenderung mengulangi proses kreatif yang sama. Respon positif dari guru meningkatkan kepercayaan diri siswa dan menumbuhkan minat mereka terhadap seni.
5. Pemberian Hadiah
Penjelasan: Penghargaan harus diberikan kepada siswa yang belajar dengan baik, dan umpan balik harus diberikan segera jika hasil yang diharapkan belum tercapai.
Contoh Kontekstual:
- Setelah ujian, siswa yang mendapat nilai tinggi menerima sertifikat penghargaan. Sementara itu, siswa yang belum berhasil mendapatkan saran konkret dari guru tentang cara memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka dapat belajar dan berkembang.
6. Situasi Belajar yang Menyenangkan
Penjelasan: Situasi belajar harus relevan dan menyenangkan agar siswa lebih terlibat.
Contoh Kontekstual:
- Dalam pembelajaran sejarah, guru mengadakan simulasi peristiwa sejarah, seperti pertempuran atau pertemuan penting. Ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih menarik tetapi juga membantu siswa memahami konteks dengan lebih baik.
7. Kegunaan Materi Pelajaran
Penjelasan: Materi yang diajarkan harus bermanfaat bagi kehidupan siswa setelah mereka keluar dari sekolah.
Contoh Kontekstual:
- Dalam pelajaran matematika, guru mengajarkan konsep perhitungan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan pribadi, seperti membuat anggaran. Ini memberikan siswa keterampilan yang dapat mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari
8. Tantangan yang Sesuai
Penjelasan: Pelajaran yang terlalu sulit dapat menyebabkan frustrasi dan tidak meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
Contoh Kontekstual:
- Dalam kelas membaca, guru menilai tingkat kemampuan membaca siswa dan memilih buku yang sesuai. Jika buku terlalu sulit, siswa mungkin kehilangan minat. Dengan memberikan buku yang sesuai dengan kemampuan mereka, guru dapat membantu siswa merasa sukses dan terus berkembang.
Penerapan teori belajar Thorndike dalam pengajaran menunjukkan pentingnya perencanaan yang baik, pemahaman terhadap siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung. Ini membantu siswa mencapai hasil belajar yang optimal dan relevan dengan kehidupan mereka.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Thorndike
Ada beberapa kelebihan dari teori belajar Thorndike, di antaranya:
1. Pengulangan dan Pengalaman:
Penjelasan: Pengulangan dalam proses belajar membantu siswa memperoleh pengalaman yang mendalam. Hadiah atau penghargaan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terus mencoba.
Contoh:
- Seorang siswa yang sering berlatih soal matematika akan semakin terampil. Ketika dia mendapat nilai tinggi, rasa puas itu akan mendorongnya untuk terus berlatih.
2. Trial dan Error:
Penjelasan: Teori ini mendorong individu untuk menguji berbagai kemungkinan sebelum menemukan solusi yang tepat, sehingga meningkatkan keterampilan berpikir.
Contoh:
- Dalam pelajaran sains, siswa yang bereksperimen dengan berbagai cara untuk mencampur bahan kimia sebelum menemukan reaksi yang tepat belajar melalui trial and error, yang meningkatkan pemahaman mereka tentang konsep kimia
3. Berpikir Linier dan Konvergen:
Penjelasan: Proses belajar dianggap sebagai langkah-langkah yang jelas menuju tujuan tertentu, yang membantu siswa fokus pada pencapaian hasil yang diinginkan.
Contoh:
- Dalam pelajaran bahasa, siswa yang mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang terstruktur, seperti belajar kosakata sebelum beralih ke kalimat, cenderung mencapai kemajuan yang lebih baik.
Namun, teori ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1. Ketidakmampuan Menjelaskan Kompleksitas:
Penjelasan: Teori ini terlalu sederhana untuk menjelaskan situasi belajar yang melibatkan banyak variabel, seperti emosi, konteks sosial, atau pengalaman individu.
Contoh:
- Dalam pendidikan seni, motivasi dan emosi siswa dapat sangat memengaruhi hasil belajar mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan hanya dengan stimulus-respons.
2. Kurangnya Penjelasan untuk Penyimpangan:
Penjelasan: Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa terkadang respons yang diharapkan tidak terjadi meskipun stimulus yang tepat diberikan.
Contoh:
- Seorang siswa mungkin telah belajar rumus matematika dengan baik (stimulus), tetapi saat ujian, dia tidak dapat menerapkannya. Ini mungkin disebabkan oleh faktor kecemasan yang tidak diakui dalam teori.
3. Pandangan Mekanistis:
Penjelasan: Teori ini melihat manusia sebagai mekanisme, mirip dengan hewan, yang tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas perilaku manusia.
Contoh:
- Meskipun anjing dapat dilatih menggunakan teknik penguatan positif, manusia memiliki motivasi dan pertimbangan emosional yang lebih kompleks, seperti nilai dan tujuan hidup.
4. Asosiasi Saja:
Penjelasan: Teori ini cenderung fokus pada penguatan asosiasi antara stimulus dan respons tanpa mempertimbangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh.
Contoh:
- Dalam pembelajaran bahasa, kemampuan komunikasi yang baik tidak hanya tergantung pada asosiasi antara kata dan makna, tetapi juga pada konteks dan situasi sosial.
5. Absen dari Pengertian:
Penjelasan: Teori ini kurang memperhatikan pentingnya pemahaman dalam proses belajar, mengabaikan kebutuhan siswa untuk memahami konsep secara mendalam.
Contoh:
- Seorang siswa mungkin dapat menghafal rumus fisika, tetapi jika tidak memahami penerapannya dalam situasi nyata, pengetahuan tersebut tidak akan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Teori belajar Thorndike memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami proses belajar, terutama dalam hal pengulangan dan pengalaman. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam pendidikan, yang mempertimbangkan kompleksitas manusia dan berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar.
Kesimpulan
- Definisi Belajar: Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons.
- Percobaan Kucing: Percobaan terkenal Thorndike melibatkan seekor kucing yang lapar yang dimasukkan ke dalam sangkar tertutup. Pintu sangkar dapat terbuka otomatis saat kenop di dalamnya tersentuh. Dari percobaan ini, ia mengembangkan teori “trial and error” atau “selecting and connecting”, yang menunjukkan bahwa belajar terjadi melalui percobaan dan kesalahan. Kucing cenderung meninggalkan tindakan yang tidak berhasil, dan setiap respons yang dihasilkan menimbulkan stimulus baru, yang kemudian memicu respons lagi.
- Hukum-Hukum Belajar: Thorndike menemukan beberapa hukum belajar, antara lain: (1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness), (2) Hukum Latihan (Law of Exercise), dan (3) Hukum Akibat (Law of Effect). Selain hukum-hukum pokok ini, Thorndike juga mengemukakan hukum tambahan dan beberapa revisi terhadap hukum sebelumnya.
- Penerapan Teori: Penerapan teori belajar Thorndike meliputi: (1) Guru harus mengetahui apa yang akan diajarkan, materi yang diberikan, respons yang diharapkan, dan kapan memberikan hadiah atau memperbaiki respons; (2) Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik; (3) Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana hingga yang kompleks, dan sebagainya.
- Kelebihan dan Kekurangan: Teori belajar Thorndike (Koneksionisme) memiliki kelebihan, seperti mendorong pengalaman berharga dan penguasaan hubungan stimulus-respons, tetapi juga memiliki kekurangan, seperti ketidakmampuan menjelaskan situasi belajar yang kompleks dan pandangan mekanistis terhadap manusia.
Daftar Pustaka
- Budiningsih, Asri C. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
- Nurhidayati, Titin. (2012). "Implementasi Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov (Classical Conditioning) dalam Pendidikan". Jurnal Falasifa, Vol. 3, No. 1.
- Suryabrata, Sumadi. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Syah, Muhibbin. (2006). Psikologi Belajar: Edisi 5. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
- Suprihatiningrum, Jamil. (2016). Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
- Edward Lee Thorndike. (n.d.). Retrieved from (https://www.academia.edu/10331155/Implementasi_Teori_Belajar_Edward_LeeThrondike)
- Anwar, M. (2014). "Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar". Retrieved from Blog Anwar Math (http://anwar-math.blogspot.com/2014/10/kelebihan-dan-kekurangan-teori belajar.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar